Sejarah Matematika Dunia
Cabang pengkajian yang
dikenal sebagai sejarah matematika adalah penyelidikan terhadap asal
mula penemuan di dalam matematika dan sedikit perluasannya, penyelidikan
terhadap metode dan notasi matematika pada masa silam.
Sebelum
zaman modern dan penyebaran ilmu pengetahuan ke seluruh dunia,
contoh-contoh tertulis dari pengembangan matematika telah mengalami
kemilau hanya di beberapa tempat. Tulisan matematika terkuno yang telah
ditemukan adalah Plimpton 322 (matematika Babilonia sekitar 1900 SM),[1]
Lembaran Matematika Rhind (Matematika Mesir sekitar 2000-1800 SM)[2]
dan Lembaran Matematika Moskwa (matematika Mesir sekitar 1890 SM). Semua
tulisan itu membahas teorema yang umum dikenal sebagai teorema
Pythagoras, yang tampaknya menjadi pengembangan matematika tertua dan
paling tersebar luas setelah aritmetika dasar dan geometri.
Sumbangan
matematikawan Yunani memurnikan metode-metode (khususnya melalui
pengenalan penalaran deduktif dan kekakuan matematika di dalam
pembuktian matematika) dan perluasan pokok bahasan matematika.[3] Kata
"matematika" itu sendiri diturunkan dari kata Yunani kuno, μάθημα
(mathema), yang berarti "mata pelajaran".[4] Matematika Cina membuat
sumbangan dini, termasuk notasi posisional. Sistem bilangan Hindu-Arab
dan aturan penggunaan operasinya, digunakan hingga kini, mungkin
dikembangakan melalui kuliah pada milenium pertama Masehi di dalam
matematika India dan telah diteruskan ke Barat melalui matematika
Islam.[5][6] Matematika Islam, pada gilirannya, mengembangkan dan
memperluas pengetahuan matematika ke peradaban ini.[7] Banyak naskah
berbahasa Yunani dan Arab tentang matematika kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin, yang mengarah pada pengembangan matematika lebih
jauh lagi di Zaman Pertengahan Eropa.
Dari zaman kuno
melalui Zaman Pertengahan, ledakan kreativitas matematika seringkali
diikuti oleh abad-abad kemandekan. Bermula pada abad Renaisans Italia
pada abad ke-16, pengembangan matematika baru, berinteraksi dengan
penemuan ilmiah baru, dibuat pada pertumbuhan eksponensial yang
berlanjut hingga kini.
Matematika prasejarah
Asal
mula pemikiran matematika terletak di dalam konsep bilangan, besaran,
dan bangun.[8] Pengkajian modern terhadap fosil binatang menunjukkan
bahwa konsep ini tidak berlaku unik bagi manusia. Konsep ini mungkin
juga menjadi bagian sehari-hari di dalam kawanan pemburu. Bahwa konsep
bilangan berkembang tahap demi tahap seiring waktu adalah bukti di
beberapa bahasa zaman kini mengawetkan perbedaan antara "satu", "dua",
dan "banyak", tetapi bilangan yang lebih dari dua tidaklah demikian.[8]
Benda matematika tertua yang sudah diketahui adalah tulang Lebombo,
ditemukan di pegunungan Lebombo di Swaziland dan mungkin berasal dari
tahun 35000 SM.[9] Tulang ini berisi 29 torehan yang berbeda yang
sengaja digoreskan pada tulang fibula baboon.[10] Terdapat bukti bahwa
kaum perempuan biasa menghitung untuk mengingat siklus haid mereka; 28
sampai 30 goresan pada tulang atau batu, diikuti dengan tanda yang
berbeda.[11] Juga artefak prasejarah ditemukan di Afrika dan Perancis,
dari tahun 35.000 SM dan berumur 20.000 tahun,[12] menunjukkan upaya
dini untuk menghitung waktu.[13]
Tulang Ishango,
ditemukan di dekat batang air Sungai Nil (timur laut Kongo), berisi
sederetan tanda lidi yang digoreskan di tiga lajur memanjang pada tulang
itu. Tafsiran umum adalah bahwa tulang Ishango menunjukkan peragaan
terkuno yang sudah diketahui tentang barisan bilangan prima[10] atau
kalender lunar enam bulan.[14] Periode Predinastik Mesir dari milenium
ke-5 SM, secara grafis menampilkan rancangan-rancangan geometris. Telah
diakui bahwa bangunan megalit di Inggris dan Skotlandia, dari milenium
ke-3 SM, menggabungkan gagasan-gagasan geometri seperti lingkaran,
elips, dan tripel Pythagoras di dalam rancangan mereka.[15]
Timur Dekat kuno
Mesopotamia
Matematika
Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang dikembangkan oleh bangsa
Mesopotamia (kini Iraq) sejak permulaan Sumeria hingga permulaan
peradaban helenistik.[16] Dinamai "Matematika Babilonia" karena peran
utama kawasan Babilonia sebagai tempat untuk belajar. Pada zaman
peradaban helenistik Matematika Babilonia berpadu dengan Matematika
Yunani dan Mesir untuk membangkitkan Matematika Yunani. Kemudian di
bawah Kekhalifahan Islam, Mesopotamia, terkhusus Baghdad, sekali lagi
menjadi pusat penting pengkajian Matematika Islam.
Bertentangan
dengan langkanya sumber pada Matematika Mesir, pengetahuan Matematika
Babilonia diturunkan dari lebih daripada 400 lempengan tanah liat yang
digali sejak 1850-an.[17] Ditulis di dalam tulisan paku, lempengan
ditulisi ketika tanah liat masih basah, dan dibakar di dalam tungku atau
dijemur di bawah terik matahari. Beberapa di antaranya adalah karya
rumahan.
Bukti terdini matematika tertulis adalah karya
bangsa Sumeria, yang membangun peradaban kuno di Mesopotamia. Mereka
mengembangkan sistem rumit metrologi sejak tahun 3000 SM. Dari kira-kira
2500 SM ke muka, bangsa Sumeria menuliskan tabel perkalian pada
lempengan tanah liat dan berurusan dengan latihan-latihan geometri dan
soal-soal pembagian. Jejak terdini sistem bilangan Babilonia juga
merujuk pada periode ini.[18]
Sebagian besar lempengan
tanah liat yang sudah diketahui berasal dari tahun 1800 sampai 1600 SM,
dan meliputi topik-topik pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan kubik,
dan perhitungan bilangan regular, invers perkalian, dan bilangan prima
kembar.[19] Lempengan itu juga meliputi tabel perkalian dan metode
penyelesaian persamaan linear dan persamaan kuadrat. Lempengan Babilonia
7289 SM memberikan hampiran bagi √2 yang akurat sampai lima tempat
desimal.
Matematika Babilonia ditulis menggunakan
sistem bilangan seksagesimal (basis-60). Dari sinilah diturunkannya
penggunaan bilangan 60 detik untuk semenit, 60 menit untuk satu jam, dan
360 (60 x 6) derajat untuk satu putaran lingkaran, juga penggunaan
detik dan menit pada busur lingkaran yang melambangkan pecahan derajat.
Kemajuan orang Babilonia di dalam matematika didukung oleh fakta bahwa
60 memiliki banyak pembagi. Juga, tidak seperti orang Mesir, Yunani, dan
Romawi, orang Babilonia memiliki sistem nilai-tempat yang sejati, di
mana angka-angka yang dituliskan di lajur lebih kiri menyatakan nilai
yang lebih besar, seperti di dalam sistem desimal. Bagaimanapun, mereka
kekurangan kesetaraan koma desimal, dan sehingga nilai tempat suatu
simbol seringkali harus dikira-kira berdasarkan konteksnya.
Mesir
Matematika
Mesir merujuk pada matematika yang ditulis di dalam bahasa Mesir. Sejak
peradaban helenistik, Yunani menggantikan bahasa Mesir sebagai bahasa
tertulis bagi kaum terpelajar Bangsa Mesir, dan sejak itulah matematika
Mesir melebur dengan matematika Yunani dan Babilonia yang membangkitkan
Matematika helenistik. Pengkajian matematika di Mesir berlanjut di bawah
Khilafah Islam sebagai bagian dari matematika Islam, ketika bahasa Arab
menjadi bahasa tertulis bagi kaum terpelajar Mesir.
Tulisan
matematika Mesir yang paling panjang adalah Lembaran Rhind
(kadang-kadang disebut juga "Lembaran Ahmes" berdasarkan penulisnya),
diperkirakan berasal dari tahun 1650 SM tetapi mungkin lembaran itu
adalah salinan dari dokumen yang lebih tua dari Kerajaan Tengah yaitu
dari tahun 2000-1800 SM.[20] Lembaran itu adalah manual instruksi bagi
pelajar aritmetika dan geometri. Selain memberikan rumus-rumus luas dan
cara-cara perkalian, perbagian, dan pengerjaan pecahan, lembaran itu
juga menjadi bukti bagi pengetahuan matematika lainnya,[21] termasuk
bilangan komposit dan prima; rata-rata aritmetika, geometri, dan
harmonik; dan pemahaman sederhana Saringan Eratosthenes dan teori
bilangan sempurna (yaitu, bilangan 6).[22] Lembaran itu juga berisi cara
menyelesaikan persamaan linear orde satu [23] juga barisan aritmetika
dan geometri.[24]
Juga tiga unsur geometri yang
tertulis di dalam lembaran Rhind menyiratkan bahasan paling sederhana
mengenai geometri analitik: (1) pertama, cara memperoleh hampiran \pi
yang akurat kurang dari satu persen; (2) kedua, upaya kuno penguadratan
lingkaran; dan (3) ketiga, penggunaan terdini kotangen.
Naskah
matematika Mesir penting lainnya adalah lembaran Moskwa, juga dari
zaman Kerajaan Pertengahan, bertarikh kira-kira 1890 SM.[25] Naskah ini
berisikan soal kata atau soal cerita, yang barangkali ditujukan sebagai
hiburan. Satu soal dipandang memiliki kepentingan khusus karena soal itu
memberikan metoda untuk memperoleh volume limas terpenggal: "Jika Anda
dikatakan: Limas terpenggal setinggi 6 satuan panjang, yakni 4 satuan
panjang di bawah dan 2 satuan panjang di atas. Anda menguadratkan 4,
sama dengan 16. Anda menduakalilipatkan 4, sama dengan 8. Anda
menguadratkan 2, sama dengan 4. Anda menjumlahkan 16, 8, dan 4, sama
dengan 28. Anda ambil sepertiga dari 6, sama dengan 2. Anda ambil dua
kali lipat dari 28 twice, sama dengan 56. Maka lihatlah, hasilnya sama
dengan 56. Anda memperoleh kebenaran."
Akhirnya,
lembaran Berlin (kira-kira 1300 SM [26]) menunjukkan bahwa bangsa Mesir
kuno dapat menyelesaikan persamaan aljabar orde dua.[27]
Matematika Yunani
Matematika
Yunani merujuk pada matematika yang ditulis di dalam bahasa Yunani
antara tahun 600 SM sampai 300 M.[28] Matematikawan Yunani tinggal di
kota-kota sepanjang Mediterania bagian timur, dari Italia hingga ke
Afrika Utara, tetapi mereka dibersatukan oleh budaya dan bahasa yang
sama. Matematikawan Yunani pada periode setelah Iskandar Agung
kadang-kadang disebut Matematika Helenistik.
Matematika
Yunani lebih berbobot daripada matematika yang dikembangkan oleh
kebudayaan-kebudayaan pendahulunya. Semua naskah matematika pra-Yunani
yang masih terpelihara menunjukkan penggunaan penalaran induktif, yakni
pengamatan yang berulang-ulang yang digunakan untuk mendirikan aturan
praktis. Sebaliknya, matematikawan Yunani menggunakan penalaran
deduktif. Bangsa Yunani menggunakan logika untuk menurunkan simpulan
dari definisi dan aksioma, dan menggunakan kekakuan matematika untuk
membuktikannya.[29]
Matematika Yunani diyakini
dimulakan oleh Thales dari Miletus (kira-kira 624 sampai 546 SM) dan
Pythagoras dari Samos (kira-kira 582 sampai 507 SM). Meskipun perluasan
pengaruh mereka dipersengketakan, mereka mungkin diilhami oleh
Matematika Mesir dan Babilonia. Menurut legenda, Pythagoras bersafari ke
Mesir untuk mempelajari matematika, geometri, dan astronomi dari
pendeta Mesir.
Thales menggunakan geometri untuk
menyelesaikan soal-soal perhitungan ketinggian piramida dan jarak perahu
dari garis pantai. Dia dihargai sebagai orang pertama yang menggunakan
penalaran deduktif untuk diterapkan pada geometri, dengan menurunkan
empat akibat wajar dari teorema Thales. Hasilnya, dia dianggap sebagai
matematikawan sejati pertama dan pribadi pertama yang menghasilkan
temuan matematika.[30] Pythagoras mendirikan Mazhab Pythagoras, yang
mendakwakan bahwa matematikalah yang menguasai semesta dan semboyannya
adalah "semua adalah bilangan".[31] Mazhab Pythagoraslah yang
menggulirkan istilah "matematika", dan merekalah yang memulakan
pengkajian matematika. Mazhab Pythagoras dihargai sebagai penemu bukti
pertama teorema Pythagoras,[32] meskipun diketahui bahwa teorema itu
memiliki sejarah yang panjang, bahkan dengan bukti keujudan bilangan
irasional.
Eudoxus (kira-kira 408 SM sampai 355 SM)
mengembangkan metoda kelelahan, sebuah rintisan dari Integral modern.
Aristoteles (kira-kira 384 SM sampai 322 SM) mulai menulis hukum logika.
Euklides (kira-kira 300 SM) adalah contoh terdini dari format yang
masih digunakan oleh matematika saat ini, yaitu definisi, aksioma,
teorema, dan bukti. Dia juga mengkaji kerucut. Bukunya, Elemen, dikenal
di segenap masyarakat terdidik di Barat hingga pertengahan abad
ke-20.[33] Selain teorema geometri yang terkenal, seperti teorem
Pythagoras, Elemen menyertakan bukti bahwa akar kuadrat dari dua adalah
irasional dan terdapat tak-hingga banyaknya bilangan prima. Saringan
Eratosthenes (kira-kira 230 SM) digunakan untuk menemukan bilangan
prima.
Archimedes (kira-kira 287 SM sampai 212 SM) dari
Syracuse menggunakan metoda kelelahan untuk menghitung luas di bawah
busur parabola dengan penjumlahan barisan tak hingga, dan memberikan
hampiran yang cukup akurat terhadap Pi.[34] Dia juga mengkaji spiral
yang mengharumkan namanya, rumus-rumus volume benda putar, dan sistem
rintisan untuk menyatakan bilangan yang sangat besar.
Matematika Cina
Matematika
Cina permulaan adalah berlainan bila dibandingkan dengan yang berasal
dari belahan dunia lain, sehingga cukup masuk akal bila dianggap sebagai
hasil pengembangan yang mandiri.[35] Tulisan matematika yang dianggap
tertua dari Cina adalah Chou Pei Suan Ching, berangka tahun antara 1200
SM sampai 100 SM, meskipun angka tahun 300 SM juga cukup masuk akal.[36]
Hal
yang menjadi catatan khusus dari penggunaan matematika Cina adalah
sistem notasi posisional bilangan desimal, yang disebut pula "bilangan
batang" di mana sandi-sandi yang berbeda digunakan untuk
bilangan-bilangan antara 1 dan 10, dan sandi-sandi lainnya sebagai
perpangkatan dari sepuluh.[37] Dengan demikian, bilangan 123 ditulis
menggunakan lambang untuk "1", diikuti oleh lambang untuk "100",
kemudian lambang untuk "2" diikuti lambang utnuk "10", diikuti oleh
lambang untuk "3". Cara seperti inilah yang menjadi sistem bilangan yang
paling canggih di dunia pada saat itu, mungkin digunakan beberapa abad
sebelum periode masehi dan tentunya sebelum dikembangkannya sistem
bilangan India.[38] Bilangan batang memungkinkan penyajian bilangan
sebesar yang diinginkan dan memungkinkan perhitungan yang dilakukan pada
suan pan, atau (sempoa Cina). Tanggal penemuan suan pan tidaklah pasti,
tetapi tulisan terdini berasal dari tahun 190 M, di dalam Catatan
Tambahan tentang Seni Gambar karya Xu Yue.
Karya tertua
yang masih terawat mengenai geometri di Cina berasal dari peraturan
kanonik filsafat Mohisme kira-kira tahun 330 SM, yang disusun oleh para
pengikut Mozi (470–390 SM). Mo Jing menjelaskan berbagai aspek dari
banyak disiplin yang berkaitan dengan ilmu fisika, dan juga memberikan
sedikit kekayaan informasi matematika.
Pada tahun 212
SM, Kaisar Qín Shǐ Huáng (Shi Huang-ti) memerintahkan semua buku di
dalam Kekaisaran Qin selain daripada yang resmi diakui pemerintah
haruslah dibakar. Dekret ini tidak dihiraukan secara umum, tetapi akibat
dari perintah ini adalah begitu sedikitnya informasi tentang matematika
Cina kuno yang terpelihara yang berasal dari zaman sebelum itu. Setelah
pembakaran buku pada tahun 212 SM, dinasti Han (202 SM–220 M)
menghasilkan karya matematika yang barangkali sebagai perluasan dari
karya-karya yang kini sudah hilang. Yang terpenting dari semua ini
adalah Sembilan Bab tentang Seni Matematika, judul lengkap yang muncul
dari tahun 179 M, tetapi wujud sebagai bagian di bawah judul yang
berbeda. Ia terdiri dari 246 soal kata yang melibatkan pertanian,
perdagangan, pengerjaan geometri yang menggambarkan rentang ketinggian
dan perbandingan dimensi untuk menara pagoda Cina, teknik, survey, dan
bahan-bahan segitiga siku-siku dan π. Ia juga menggunakan prinsip
Cavalieri tentang volume lebih dari seribu tahun sebelum Cavalieri
mengajukannya di Barat. Ia menciptakan bukti matematika untuk teorema
Pythagoras, dan rumus matematika untuk eliminasi Gauss. Liu Hui
memberikan komentarnya pada karya ini pada abad ke-3 M.
Sebagai
tambahan, karya-karya matematika dari astronom Han dan penemu Zhang
Heng (78–139) memiliki perumusan untuk pi juga, yang berbeda dari cara
perhitungan yang dilakukan oleh Liu Hui. Zhang Heng menggunakan rumus
pi-nya untuk menentukan volume bola. Juga terdapat karya tertulis dari
matematikawan dan teoriwan musik Jing Fang (78–37 SM); dengan
menggunakan koma Pythagoras, Jing mengamati bahwa 53 perlimaan sempurna
menghampiri 31 oktaf. Ini kemudian mengarah pada penemuan 53 temperamen
sama, dan tidak pernah dihitung dengan tepat di tempat lain hingga
seorang Jerman, Nicholas Mercator melakukannya pada abad ke-17.
Bangsa
Cina juga membuat penggunaan diagram kombinatorial kompleks yang
dikenal sebagai kotak ajaib dan lingkaran ajaib, dijelaskan pada zaman
kuno dan disempurnakan oleh Yang Hui (1238–1398 M). Zu Chongzhi (abad
ke-5) dari Dinasti Selatan dan Utara menghitung nilai pi sampai tujuh
tempat desimal, yang bertahan menjadi nilai pi paling akurat selama
hampir 1.000 tahun.
Bahkan setelah matematika Eropa
mulai mencapai kecemerlangannya pada masa Renaisans, matematika Eropa
dan Cina adalah tradisi yang saling terpisah, dengan menurunnya hasil
matematika Cina secara signifikan, hingga para misionaris Jesuit seperti
Matteo Ricci membawa gagasan-gagasan matematika kembali dan kemudian di
antara dua kebudayaan dari abad ke-16 sampai abad ke-18.
Matematika India
Peradaban
terdini anak benua India adalah Peradaban Lembah Indus yang mengemuka
di antara tahun 2600 dan 1900 SM di daerah aliran Sungai Indus.
Kota-kota mereka teratur secara geometris, tetapi dokumen matematika
yang masih terawat dari peradaban ini belum ditemukan.[39]
Matematika
Vedanta dimulakan di India sejak Zaman Besi. Shatapatha Brahmana
(kira-kira abad ke-9 SM), menghampiri nilai π,[40] dan Sulba Sutras
(kira-kira 800–500 SM) yang merupakan tulisan-tulisan geometri yang
menggunakan bilangan irasional, bilangan prima, aturan tiga dan akar
kubik; menghitung akar kuadrat dari 2 sampai sebagian dari seratus
ribuan; memberikan metode konstruksi lingkaran yang luasnya menghampiri
persegi yang diberikan,[41] menyelesaikan persamaan linear dan kuadrat;
mengembangkan tripel Pythagoras secara aljabar, dan memberikan
pernyataan dan bukti numerik untuk teorema Pythagoras.
Pāṇini
(kira-kira abad ke-5 SM) yang merumuskan aturan-aturan tata bahasa
Sanskerta.[42] Notasi yang dia gunakan sama dengan notasi matematika
modern, dan menggunakan aturan-aturan meta, transformasi, dan rekursi.
Pingala (kira-kira abad ke-3 sampai abad pertama SM) di dalam risalahnya
prosody menggunakan alat yang bersesuaian dengan sistem bilangan biner.
Pembahasannya tentang kombinatorika meter bersesuaian dengan versi
dasar dari teorema binomial. Karya Pingala juga berisi gagasan dasar
tentang bilangan Fibonacci (yang disebut mātrāmeru).[43]
Surya
Siddhanta (kira-kira 400) memperkenalkan fungsi trigonometri sinus,
kosinus, dan balikan sinus, dan meletakkan aturan-aturan yang menentukan
gerak sejati benda-benda langit, yang bersesuaian dengan posisi mereka
sebenarnya di langit.[44] Daur waktu kosmologi dijelaskan di dalam
tulisan itu, yang merupakan salinan dari karya terdahulu, bersesuaian
dengan rata-rata tahun siderik 365,2563627 hari, yang hanya 1,4 detik
lebih panjang daripada nilai modern sebesar 365,25636305 hari. Karya ini
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan bahasa Latin pada Zaman
Pertengahan.
Aryabhata, pada tahun 499, memperkenalkan
fungsi versinus, menghasilkan tabel trigonometri India pertama tentang
sinus, mengembangkan teknik-teknik dan algoritma aljabar, infinitesimal,
dan persamaan diferensial, dan memperoleh solusi seluruh bilangan untuk
persamaan linear oleh sebuah metode yang setara dengan metode modern,
bersama-sama dengan perhitungan astronomi yang akurat berdasarkan sistem
heliosentris gravitasi.[45] Sebuah terjemahan bahasa Arab dari karyanya
Aryabhatiya tersedia sejak abad ke-8, diikuti oleh terjemahan bahasa
Latin pada abad ke-13. Dia juga memberikan nilai π yang bersesuaian
dengan 62832/20000 = 3,1416. Pada abad ke-14, Madhava dari Sangamagrama
menemukan rumus Leibniz untuk pi, dan, menggunakan 21 suku, untuk
menghitung nilai π sebagai 3,14159265359.
Referensi :
- ^ J. Friberg, "Methods and traditions of Babylonian mathematics.
Plimpton 322, Pythagorean triples, and the Babylonian triangle
parameter equations", Historia Mathematica, 8, 1981, pp. 277—318.
- ^ O. Neugebauer, "The Exact Sciences in Antiquity", Chap. IV
"Egyptian Mathematics and Astronomy", 2nd ed., Dover, New York, 1969,
pp. 71—96.
- ^ Sir Thomas L. Heath, A Manual of Greek Mathematics, Dover,
1963, p. 1: "In the case of mathematics, it is the Greek contribution
which it is most essential to know, for it was the Greeks who first made
mathematics a science."
- ^ Heath. A Manual of Greek Mathematics. hlm. 5.
- ^ Robert Kaplan, "The Nothing That Is: A Natural History of Zero", Allen Lane/The Penguin Press, London, 1999
- ^ "The ingenious method of expressing every possible number
using a set of ten symbols (each symbol having a place value and an
absolute value) emerged in India. The idea seems so simple nowadays that
its significance and profound importance is no longer appreciated. Its
simplicity lies in the way it facilitated calculation and placed
arithmetic foremost amongst useful inventions. the importance of this
invention is more readily appreciated when one considers that it was
beyond the two greatest men of Antiquity, Archimedes and Apollonius." -
Pierre Simon Laplace
http://www-history.mcs.st-and.ac.uk/HistTopics/Indian_numerals.html
- ^ A.P. Juschkewitsch, "Geschichte der Mathematik im Mittelalter", Teubner, Leipzig, 1964
- ^ a b (Boyer 1991, "Origins" p. 3)
- ^ http://mathworld.wolfram.com/LebomboBone.html
- ^ a b Williams, Scott W. (2005). "The Oldest Mathematical Object
is in Swaziland". Mathematicians of the African Diaspora. SUNY Buffalo
mathematics department. Diakses 2006-05-06.
- ^ Kellermeier, John (2003). "How Menstruation Created
Mathematics". Ethnomathematics. Tacoma Community College. Diakses
2006-05-06.
- ^ Benda matematika kuno
- ^ Matematika di Afrika bagian tengah sebelum pendudukan
- ^ Marshack, Alexander (1991): The Roots of Civilization, Colonial Hill, Mount Kisco, NY.
- ^ Thom, Alexander, and Archie Thom, 1988, "The metrology and
geometry of Megalithic Man", pp 132-151 in C.L.N. Ruggles, ed., Records
in Stone: Papers in memory of Alexander Thom. Cambridge Univ. Press.
ISBN 0-521-33381-4.
- ^ (Boyer 1991, "Mesopotamia" p. 24)
- ^ (Boyer 1991, "Mesopotamia" p. 25)
- ^ Duncan J. Melville (2003). Third Millennium Chronology, Third Millennium Mathematics. Universitas St. Lawrence.
- ^ Aaboe, Asger (1998). Episodes from the Early History of Mathematics. New York: Random House. hlm. 30–31.
- ^ (Boyer 1991, "Egypt" p. 11)
- ^ Pecahan Satuan Mesir di MathPages
- ^ [1]
- ^ [2]
- ^ [3]
- ^ (Boyer 1991, "Egypt" p. 19)
- ^ [4]
- ^ [5]
- ^ Howard Eves, An Introduction to the History of Mathematics, Saunders, 1990, ISBN 0-03-029558-0
- ^ Martin Bernal, "Animadversions on the Origins of Western
Science", pp. 72–83 in Michael H. Shank, ed., The Scientific Enterprise
in Antiquity and the Middle Ages, (Chicago: University of Chicago Press)
2000, p. 75.
- ^ (Boyer 1991, "Ionia and the Pythagoreans" p. 43)
- ^ (Boyer 1991, "Ionia and the Pythagoreans" p. 49)
- ^ Eves, Howard, An Introduction to the History of Mathematics, Saunders, 1990, ISBN 0-03-029558-0.
- ^ Howard Eves, An Introduction to the History of Mathematics,
Saunders, 1990, ISBN 0-03-029558-0 p. 141: "Tiada karya, selain Alkitab,
yang lebih sering dibaca...."
- ^ O'Connor, J.J. and Robertson, E.F. (February 1996). "A history of calculus". Universitas St Andrews. Diakses 2007-08-07.
- ^ (Boyer 1991, "China and India" p. 201)
- ^ (Boyer 1991, "China and India" p. 196)
- ^ Katz 2007, hlm. 194–199
- ^ (Boyer 1991, "China and India" p. 198)
- ^ (Boyer 1991, "China and India" p. 206)
- ^ [6]. Nilai yang diberikan adalah 25/8 (3,125); 900/289
(3,11418685...); 1156/361 (3,202216...), dan 339/108 (3,1389), yang
ditulis terakhir adalah benar (ketika dibulatkan) sampai dua tempat
desimal
- ^ Sulbasutra India. Metode konstruksi persegi bersisi 13/15 kali
diameter lingkaran yang diberikan (bersesuaian dengan π=3.00444), jadi
ini bukan hampiran yang sangat baik.
- ^ Bronkhorst, Johannes (2001), "Panini and Euclid: Reflections
on Indian Geometry", Journal of Indian Philosophy, (Springer
Netherlands) 29 (1-2): 43–80, doi:10.1023/A:1017506118885
- ^ Rachel W. Hall. Matematika bagi pujangga dan penabuh drum. Math Horizons 15 (2008) 10-11.
- ^ http://www.westgatehouse.com/cycles.html Exegesis of Hindu Cosmological Time Cycles
- ^ K. V. Sarma (2001), "Āryabhaṭa: His name, time and provenance", Indian Journal of History of Science 36 (4): 105–115
Demikian artikel mengenai
Sejarah Matematika Dunia.
Semoga bermanfaat.
Sumber :
Wikipedia